Menu

Ternyata Jenderal Hoegeng Pernah Keluar Dari Kepolisian dan Gabung Angkatan Laut, Begini Kisahnya

Riki Ariyanto 17 Aug 2020, 11:17
Ternyata Jenderal Hoegeng Pernah Keluar Dari Kepolisian dan Gabung Angkatan Laut, Begini Kisahnya (foto/int)
Ternyata Jenderal Hoegeng Pernah Keluar Dari Kepolisian dan Gabung Angkatan Laut, Begini Kisahnya (foto/int)

RIAU24.COM -  Jenderal Hoegeng sering dijadikan sosok yang berintegritas. Bahkan dijadikan simbol polisi jujur di Indonesia.

Tapi banyak yang tidak tahu, ternyata Jenderal Hoegeng pernah keluar dari kepolisian dan masuk Angkatan Laut. Dilansir dari Historia, pernah suatu hari di masa revolusi, Hoegeng kedatangan tamu, Kolonel Laut M. Nazir, yang kemudian menjadi Panglima/Kepala Staf Angkatan Laut kedua.

zxc1

Di rumah orang tua Hoegeng di Pekalongan itu, Nazir ditanya pekerjaan. Lalu Hoegeng menjawab bekerja di jawatan kepolisian di Semarang namun sedang cuti karena sakit. Hoegeng kecelakaan motor saat bertugas ke daerah Candi, Semarang.

Kemudian Nazir menilau kerja di kepolisian kurang tantangan bagi Hoegeng, anak muda ysng terpelajar. “Saya ini mau jadi apa coba, pendidikan saya kan memang untuk jadi polisi,” cerita Jenderal Hoegeng dalam otobiografinya, Polisi Idaman dan Kenyataan.

Nazir kemudian menawarkan posisi di Angkatan Laut yang masih kosong kepada Hoegeng. Baginya Hoegeng mesti mengerjakan tugas-tugas yang bersifat kepeloporan di awal Indonesia merdeka.

“Kalau Bung mau, gampang itu, keluar saja dari Kepolisian dan masuk Angkatan Laut,” sebut Nazir meyakinkan. Nazir menganggap Angkatan Laut saat itu butuh orang yang memiliki latar belakang pendidikan akademi kepolisian.

zxc2

Lalu Hoegeng berangkat ke Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia. Hoegeng keluar Kepolisian lalu melapor kepada Nazir untuk bergabung sebagai personel Angkatan Laut.

Hoegeng menjelaskan pada waktu itu, pemuda pindah-pindah kesatuan merupakan hal biasa. Apalagi kalau mempunyai senjata –lebih-lebih senjata itu diperoleh sendiri, misalnya merampas dari prajurit musuh atau gudang senjata Jepang.

“[Memiliki senjata] ukuran pokok waktu itu jadi pejuang atau tidak, sedangkan urusan masuk kesatuan atau barisan mana adalah soal belakangan,” kenang Hoegeng.

Apalagi awal 1946 administrasi pemerintahan Indonesia belum dibenahi dengan baik. Hoegeng resmi diangkat bagian Angkatan Laut tanpa surat pengangkatan dan diberi pangkat Mayor, jabatan komandan, dengan gaji Rp400.

Nazir perintahkan Hoegeng pindah ke Yogyakarta untuk membentuk Penyelidik Militer Laut Khusus (PMLC), semacam Polisi Militer Angkatan Laut. Hoegeng bertanggung jawab kepada Letkol Darwis, Komandan Angkatan Laut Jawa Tengah (Jateng) yang berkedudukan di Tegal.

Selain menegakkan disiplin di Angkatan Laut, PMLC bertugas khusus sebagai badan intelijen Angkatan Laut. “Saya berhasil meletakkan dasar-dasar organisasi PMLC serta merekrut sejumlah tenaga yang sebagian besar berasal dari teman-teman saya di lingkungan Kepolisian,” sebut Jenderal Hoegeng.

Tetapi belakangan, Hoegeng berjumpa Kepala Kepolisian Negara, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, di Hotel Merdeka, Yogyakarta. Soekanto lalu memberi pencerahan bahwa Hoegeng sebagai alumnus sekolah Kepolisian mestinya tetap berkarir di Kepolisian.

Apalagi, Hoegeng pernah diajar langsung oleh Soekanto di Sekolah Kader Tinggi di Sukabumi pada zaman Jepang. “Apakah Hoegeng tidak sayang dan malu masuk Angkatan Laut, karena Kepolisian Indonesia sendiri masih berantakan dan perlu dibenahi dan dikembangkan?” tanya Soekanto pada waktu itu.

Selanjutnya Hoegeng terbayang lagi cita-citanya mau menjadi komisaris polisi. Hoegeng malu tak hanya kepada Soekanto, namun pada diri sendiri. “Saya memutuskan kembali ke Kepolisian,” sebur Hoegeng.

Keputusan Hoegeng tepat. Sekembalinya ke Kepolisian karier Hoegeng terus naik hingga berhasil jadi Kapolri. Bahkan bagi Presiden RI ke-4 Gus Dur, Hoegeng dikenal sebagai polisi yang jujur.