Menu

Komnas HAM Sebut Ferdy Sambo Alami Masalah Kejiwaan, Ahli: Jangan Manfaatkan Pasal 44 KUHP!

Zuratul 15 Sep 2022, 09:45
Potret Ferdy Sambo saat Rekonstruksi Ulang Pembunuhan Berencana Brogadir Yoshua (KompasTv)
Potret Ferdy Sambo saat Rekonstruksi Ulang Pembunuhan Berencana Brogadir Yoshua (KompasTv)

RIAU24.COM - Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menegaskan bahwa Ferdy Sambo tidak akan bisa serta merta memanfaatkan pasal 44 KUHP meski diduga memiliki masalah kejiwaan.

Mengutip bunyi Pasal 44 KUHP,  orang yang melakukan suatu perbuatan sedangkan pada saat melakukan perbuatan orang tersebut menderita sakit berubah akalnya atau gila, maka perbuatan tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepadanya dan orang tersebut tidak dapat dihukum.

“Masalah kejiwaan pada diri FS, mungkin saja. Tapi bukan masalah kejiwaan yang membuat FS bisa memanfaatkan "layanan" pasal 44 KUHP,” kata  Reza Indragiri Amriel kepada KOMPAS TV, Kamis (15/9/2022). 

Menanggapi pernyataan Ketua Komisi Hak Asasi Manusia, Ahmad Taufan Damanik yang mengungkapkan bahwa diduga  Ferdy Sambo mempunyai masalah kejiwaan hingga melakukan pembunuhan kepada Nofriyansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

“Apalagi kalau masalah kejiwaan yang dimaksud adalah psikopati (gangguan kepribadian antisosial) seperti kata Komnas HAM, maka tepatlah FS disebut sebagai kriminal dengan klasifikasi sangat berbahaya.”

Sebab, kata Reza Indragiri, psikopat memiliki kepribadian Machiavellinisme yang diistilahkan sebagai Dark Triad yang mampu manipulatif, pengeksploitasi, dan penuh tipu muslihat.

“Kriminal-kriminal semacam itu sepatutnya dimasukkan ke penjara dengan level keamanan supermaksimum,” ujar Reza Indragiri Amriel.

“Petugas penjaga jangan staf biasa. Harus staf yang juga cerdas, berintegritas, dan punya jam terbang tinggi "melayani" napi ber-Dark Triad.”

Sisi lain, Reza menganggap pernyataan Komnas HAM yang menduga Ferdy Sambo mengalami masalah kejiwaan bisa kontraproduktif.

Pasalnya, sambung Reza, riset mutakhir menunjukkan bahwa psikopati bukan berakar sebatas pada dimensi perilaku atau pun kepribadian, tapi pada adanya bagian otak yang memang berbeda dari orang-orang non psikopat.

“Bagian otak itu, tanpa direkayasa, tidak bereaksi ketika diperlihatkan gambar atau tayangan kejam. Jadi, dengan kondisi otak dari sananya yang memang sudah seperti itu, mereka memang tuna perasaan,” ucapnya.

“Karena menjadi psikopat ternyata bisa dipahami sebagai sesuatu yang terkodratkan, kondisi psikopati malah bisa dipakai sebagai salah satu bahan pembelaan diri.”

Lantas, Reza Indragiri dikonfirmasi bagaimana dengan gangguan kepribadian antisosial di kalangan personel polisi.

Menurutnya, khusus pada populasi tersebut, diketahui bahwa psikopati terbentuk dari subkultur menyimpang di dalam organisasi kepolisian itu sendiri serta "mudah"-nya personel melakukan penyimpangan (misconduct) tanpa dikenai sanksi.

“Alhasil, salahkan bunda mengandung jika ada personel dengan kepribadian yang antisosial. Nah, ini juga bisa menjadi bahan untuk pembelaan diri,” katanya mengutip KompasTv. 

“Bahwa, FS ‘mengacu pernyataan Komnas HAM’ sebagai orang yang jangan-jangan berkepribadian psikopat hanyalah individu dengan kejiwaan yang terganggu, yang terciptakan dari kantornya sendiri. Termasuk ulah kantor yang terlanjur memberikan dia kekuasaan seluas-luasnya," tambahnya. 

(***)