Menu

llmuwan Temukan 3 Ribu Sel Baru Otak Manusia, Ungkap Bedanya dengan Simpanse

Devi 13 Oct 2023, 17:11
llmuwan Temukan 3 Ribu Sel Baru Otak Manusia, Ungkap Bedanya dengan Simpanse
llmuwan Temukan 3 Ribu Sel Baru Otak Manusia, Ungkap Bedanya dengan Simpanse

RIAU24.COM -  Para peneliti menganalisis otak manusia pada tingkat sel lebih rinci dibandingkan sebelumnya. Teridentifikasi sejumlah besar jenis sel baru sebanyak lebih dari 3.300. Ini yang kemudian diyakini ahli membedakan otak manusia dengan hewan primata seperti simpanse, gorila, monte rhesus, hingga marmoset.

Penelitian dipresentasikan dalam 21 riset yang terbit di jurnal Science dan dua jurnal lainnya, didukung konsorsium Institut Kesehatan Nasional milik pemerintah AS.

Para ilmuwan mengungkap otak manusia lebih kompleks dalam hal kegunaannya, merasakan, bergerak, membaca, menulis, berbicara, berpikir, dan fungsi lainnya.
 
Neuron, atau sel saraf adalah unit dasar otak, yang menerima masukan sensorik, mengirimkan perintah ke otot, dan meneruskan sinyal listrik. Otak terdiri dari hampir 100 miliar neuron dan bahkan lebih banyak lagi sel non-neuronal. Semua ini diatur dalam ratusan struktur otak berbeda, dalam mengatur spektrum fungsi.

Penelitian ini tepatnya mengidentifikasi 3.313 jenis sel, kira-kira 10 kali lebih banyak dari yang diketahui sebelumnya, dan set lengkap gen yang digunakan oleh setiap jenis sel sekaligus memetakan distribusi regionalnya di otak.

"Atlas sel otak secara keseluruhan menyediakan substrat seluler untuk segala hal yang dapat kita lakukan sebagai manusia," kata ahli saraf Ed Lein dari Allen Institute for Brain Science yang berbasis di Seattle, salah satu peneliti riset, dikutip dari Reuters.

"Berbagai jenis sel memiliki sifat yang berbeda dan kemungkinan terkena dampak penyakit yang berbeda," kata Lein.

Satu hal yang mengejutkan para peneliti adalah bahwa keragaman seluler terkonsentrasi di bagian otak yang lebih tua secara evolusioner, otak tengah dan otak belakang, bukan di neokorteks yang bertanggung jawab atas fungsi kognitif lebih tinggi termasuk pembelajaran, pengambilan keputusan, persepsi sensorik, memori, dan bahasa.

Temuan lain peneliti adalah penyakit yang berhubungan dengan otak seperti Alzheimer, Parkinson, dan amyotrophic lateral sclerosis (ALS) termasuk penyakit yang paling sulit disembuhkan.

"Sebagian besar penyakit otak masih belum ada obatnya atau bahkan pengobatannya, dan atlas ini harus menjadi dasar untuk mempercepat kemajuan dalam memahami dasar seluler penyakit secara rinci dan menargetkan terapi generasi berikutnya," kata Lein.

Para peneliti memetakan peralihan gen dan jenis sel otak yang terkait dengan penyakit alzheimer, jenis demensia yang paling umum dan berbagai gangguan neuropsikiatri termasuk skizofrenia, gangguan bipolar, serta depresi berat.

Mereka mengkonfirmasi hubungan antara sel mikroglia, sejenis sel kekebalan di otak dan alzheimer serta mengungkap hubungan antara jenis neuron otak tertentu dan skizofrenia, penyakit mental parah yang ditandai dengan terputusnya hubungan dengan kenyataan.

Selain itu, para peneliti mencari ciri-ciri khusus manusia dengan membandingkan korteks temporal, wilayah neokorteks yang terkait dengan pemahaman bahasa, di antara fungsi kognitif lebih tinggi lainnya, pada manusia dan kerabat terdekat evolusioner kita, simpanse, dan gorila.

Meskipun organisasi selulernya serupa, gen-gen tertentu ditemukan bekerja secara berbeda pada manusia dibandingkan dua spesies lain, termasuk banyak gen yang terlibat dalam konektivitas saraf.

"Ini berarti ada percepatan spesialisasi neuron kortikal pada manusia yang mungkin berkontribusi terhadap perbedaan fungsi sirkuit kortikal dan kemampuan kognitif kita yang berbeda," kata ahli saraf Allen Institute, Trygve Bakken.

Lein menambahkan bahwa modifikasi molekuler yang terjadi pada jenis sel tertentu pada manusia dibandingkan dengan simpanse dan gorila kemungkinan besar memengaruhi cara mereka terhubung bersama, dan mungkin menjadi bagian penting yang membuat otak manusia berbeda.

"Kami baru pada tahap awal dalam menggambarkan kompleksitas otak manusia," kata peneliti lainnya, Bing Ren, direktur Pusat Epigenomics Universitas California, San Diego.

"Dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya keragaman, variabilitas, dan fungsi struktur dan fungsi otak." ***