Menu

Komisioner KPK Berpotensi Runtuhkan Independensi Lembaga

Bisma Rizal 30 Jan 2020, 14:08
Komisi Pemberantasan Korupsi (foto/int)
Komisi Pemberantasan Korupsi (foto/int)

RIAU24.COM - JAKARTA- Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekarang dinilai bisa meruntuhkan independensi KPK. Karena mau berpartisipasi dalam mempertimbangkan pemanggilan saksi dalam proses penyidikan.

Hal itulah sebagaimana yang diungkapkan oleh mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (30/1/2020).

zxc1

Pria yang akrab disapa BW ini menjelaskan, ini adalah langkah intervensi dalam proses penyidikan yang juga akan meruntuhkan independensi KPK.

"Karena perlahan tapi pasti independensi KPK tengah diporak-porandakan dan diruntuhkan sendiri oleh Komisioner KPK," jelasnya.

zxc2

Ia juga menyebutkan, keterlibatan poimpinan KPK bisa berpotensi merusak proses penyidikan. Sebab mengontrol  hal yang sangat teknis di tahapan proses penyidikan.

Presumsi di atas didasarkannya pada pernyataan Pimpinan KPK dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR, Senin (27/1/2020) yang menyatakan “saksi yang dipanggil tidak hanya didasarkan atas pertimbangan penyidik tapi juga harus diketahui, apa dasar kapasitas panggilan seorang saksi".

Dihimpun dari berbagai sumber, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, penyidik nantinya mesti mengajukan nama-nama saksi yang akan diperiksa kepada pimpinan KPK.

Nama-nama yang diserahkan ke pimpinan itu, kata Nawawi, juga harus disertai keterkaitan dengan kasus yang sedang ditangani hingga daftar pertanyaan yang akan diajukan.

BW menuturkan, pimpinan KPK sama sekali tidak berwenang mengintervensi bahkan menentukan nama-nama saksi yang akan dipanggil KPK dalam penanganan sebuah perkara.

Apalagi, kata BW, UU Nomor 19 Tahun 2019 tidak lagi menempatkan pimpinan KPK sebagai penyidik maupun penuntut umum.

"Mahkota penyidik atas otoritasnya untuk mencari alat bukti guna membuktikan kesalahan tersangka punya potensi dirampok oleh Pimpinan KPK," kata BW.

BW menjelaskan, KUHAP mengatur bahwa penyidiklah yang memiliki kewenangan untuk memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.

Pasal 12c UU KPK yang baru juga menyebutkan bahwa penyidik hanya wajib melapor secara berkala kepada pimpinan KPK terkait penyadapan, bukan dalam hal pemanggilan saksi.

Hal itu diperkuat oleh Pasal 45 ayat (3) UU KPK yang menegaskan bahwa penyidik wajib tunduk hanya pada mekanisme penyidikan yang diatur berdasarkan ketentuan hukum acara pidana.

"Tindakan Komisioner KPK mengintervensi otoritas penyidik KPK dapat dituduh sebagai kejahatan karena punya potensi untuk dikonstruksi sebagai tindakan obstruction of justice karena dapat mengganggu independensi & akuntabilitas proses penyidikan tipikor," kata BW. (R24/Bisma)