Menu

BuzzeRp Ramai-ramai Serang Anies Baswedan, Said Didu Imbau Berhenti Bohongi Rakyat Pakai Uang Negara

Siswandi 10 Sep 2020, 14:58
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Saat ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mulai mendapat serangan dari gerombolan buzzer yang diduga bayaran, yang terus bermunculan di dunia maya. Dalam aksinya, pasukan bayaran yang biasa disebut buzzeRp tersebut, menggiring opini di media sosial seolah-olah kebijakan yang diteken Anies adalah kebijakan yang salah. 

Seperti diketahui, Anies Baswedan menarik rem darurat untuk menangani penyebaran virus corona baru (Covid-19) di ibukota. Langkah itu dilakukan karena melihat perkembangan pandemi Corona Covid-19, yang hingga kini masih terus mengganas, khususnya di ibukota Jakarta. Sebab jika ditotal, hingga saat ini Jakarta masih menjadi penyumbang kasus Covid-19 terbanyak di Tanah Air. 

Fenomena kehadiran para buzzrRp tersebut diungkapkan mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu. 

"Sepertinya buzzeRp muncul menyerang Pak @aniesbaswedan dengan memutarbalikkan fakta bahwa Pak Anies salah ambil kebijakan dalam penanganan Covid-19 selama ini, padahal yang menjegal kebijakan beliau selama ini adalah pemerintah pusat," cuitnya pada akun Twitter pribadinya, Kamis 10 September 2020. 

Dilansir rmol, apa yang dilakukan pasukan BuzzeRp itu jelas salah. Karena jika dirunut ke belakang, Anies menurutnya jauh lebih tanggap dalam menyikapi pandemi wabah Corona Covid-19. 

Bahkan sejak awal, jauh sebelum pemerintah pusat memberlakukan PSBB, Anies sudah menerapkan semi lockdown dengan meliburkan sekolah-sekolah hingga pembatasan kegiatan kerumunan orang. 

Said Didu juga menyebutkan, kebijakan Anies tersebut malah sempat "dijegal" oleh pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. 

Atas dasar itu, Said Didu berharap kepada negara dalam hal ini pemerintah pusat untuk berhenti membohong-bohongi masyarakat. 

"Berhentilah gunakan APBN untuk bohongi rakyat," pungkasnya. 

Pemprov DKI Jakarta menarik rem darurat dengan menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara total di ibukota. Kebijakan ini diambil karena angka kasus Covid-19 terus mengalami peningkatan. Bahkan belakangan ini, banyak bermunculan klaster-klaster baru hingga ada klaster perkantoran. 

Berdasarkan data Pemprov DKI, jumlah kematian pasien Covid-19 di Jakarta mencapai 1.317 dari total 49.837 pasien per 9 September. Namun, tingkat kematian atau case fatality rate di Jakarta (2,7 persen) masih di bawah angka nasional (4,1 persen) dan global (3,3 persen). Tapi secara absolut jumlahnya terus bertambah dengan cepat. ***