Menu

Sentil Pernyataan Ruhut Tentang Anies Baswedan, Refly Harun: Dia Tidak Paham Tentang Struktur Pemerintahan

M. Iqbal 13 Sep 2020, 10:04
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun

RIAU24.COM - Dikarenakan banyaknya kasus covid-19, 59 negara melarang warga negara Indonesia (WNI) untuk masuk ke wilayahnya. Namun, hal tersebut justru menjadi kesalahan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Hal itulah yang dikatakan oleh politisi PDIP, Ruhut Sitompul. Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai pernyataan Ruhut tersebut adalah keliru.

"Lucu saya mendengar pernyataan Ruhut Sitompul yang menuding Anies Baswedan penyebab WNI ditolak 59 negara. Sepertinya dia tidak paham tentang struktur pemerintahan, di mana kalau menyangkut negara, yang bertanggung jawab adalah presiden, bukan gubernur," ujar Refly dilansir dari JPNN.com, Sabtu, 13 September 2020.

Dikatakannya, yang ditolak 59 negara adalah seluruh WNI. Bukan warga yang ber-KTP Jakarta. Warga yang ber-KTP Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat juga ditolak. Refly juga menyindir seringnya Ruhut melontarkan ide untuk memecat Anies sebagai gubernur. Tapi, ketika orang bersuara ganti presiden, dituding makar.

Dia juga mengingatkan, Anies Baswedan hanya bisa dipecat oleh rakyat melalui DPRD, bukan oleh Menteri Dalam Negeri. "Mendagri itu bukan atasan gubernur. Gubernur itu kedudukannya sama seperti presiden, cuma beda levelnya. Gubernur di level daerah, presiden level nasional," jelas Refly.

"Saya heran juga, Ruhut ini senang sekali mendesak orang dipecat padahal dia sendiri mungkin juga dipecat. Saya kurang tahu dan enggak mau tahu juga," katanya.

Dijelaskan Refly, intinya penolakan 59 negara terhadap WNI menjadi koreksi besar bagi Presiden Jokowi. Sejak awal Jokowi dan kabinetnya sudah melakukan empat kesalahan fatal dalan penanganan COVID-19.

Pertama terlalu meremehkan virus COVID-19. Kedua, tidak fokus pada penanganan COVID-19. Ketiga, terlambat mengambil langkah memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Keempat, tidak kompak dalam koordinasi sehingga berantakan.

"Sejak awal sudah saya kritisi penanganan COVID-19 di Indonesia yang tidak serius. Presiden dan para menterinya terlalu meremehkan virus COVID-19. Bahkan kalau dilihat ke belakang, Anies Baswedanlah yang sejak awal fokus menghentikan penyebaran COVID-19 tetapi kebijakannya selalu dijegal pusat," tutur Refly.