Menu

Kejamnya Perusahaan Pinjaman Online, Ibu Guru Ini Nyaris Bunuh Diri Karena Diteror Debt Collector

Satria Utama 17 May 2021, 20:26
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Tak pernah terbayang di benak Melati jika ia akan mengalami nasib buruk gara-gara berhubungan dengan aplikasi Pinjaman Online (Pinjol). Ia diteror dengan pesan-pesan tidak pantas, dipecat dari pekerjaannya, hingga diancam dibunuh oleh debt collector (penagih utang). Bahkan, ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Kisah pilu itu berawal saat Melati membutuhkan uang untuk membayar biaya kuliahnya.  "Awalnya itu untuk bayar kuliah. Saya kan sama lembaga tempat saya mengajar disuruh punya gelar  S1," kata Melati, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (17/5).

Karena ingin tetap mengabdi di sekolah yang telah mempekerjakannya selama 13 tahun, Melati pun berusaha memenuhi syarat itu. Meskipun ia tahu, dengan gaji Rp400 ribu sebulan tidak akan cukup memenuhi syarat menempuh Sarjana S1.

Waktu berjalan, tibalah Melati pada semester akhir perkuliahannya. Ia menemukan kesulitan mencari biaya. Jalan satu-satunya, dalam pikirannya ketika itu, mengajukan permohonan peminjaman atau utang ke aplikasi pinjol.

Namun, karena satu aplikasi tak bisa memberinya pinjaman sebesar Rp2,5 juta karena limit kredit. Melati pun terpaksa mengajukan peminjaman ke beberapa aplikasi pinjol lain. "Akhirnya saya pinjam di beberapa aplikasi sampai uangnya pas Rp2,5 juta. Sekitar 4-5 aplikasi," terang dia.

Permasalahan pun datang bahkan sebelum pinjaman itu jatuh tempo selama tujuh hari. Melati mulai mendapatkan pesan WhatsApp penagihan.

Karena belum memiliki biaya untuk membayar, Melati terpaksa meminjam dari aplikasi pinjol lain untuk membayar utangnya. Tidak ada jalan lain, selain gali lubang tutup lubang.

Kesulitan serupa ia alami berulang. Sampai pada akhirnya, utang Melati menumpuk banyak hingga Rp30-40 juta. Nominal itu tersebar di 24 aplikasi pinjol yang berbeda-beda. Ia terjebak di rantai utang.

Hingga pada akhirnya, Melati pun mendapatkan teror dari para debt collector ke 24 aplikasi pinjol. Ia mendapatkan pesan ancaman, telepon hingga dipermalukan. "Saya dikatain, monyet, anjing. Sampai mereka bilang gue bunuh lo. Foto saya juga diancam disebar di media sosial" ujar Melati.

Sejumlah kontak teman Melati, rekan kerja hingga wali murid di sekolahnya juga dihubungi oleh orang tersebut. Ia menduga debt collector pinjol telah mengakses dan mencuri data di ponselnya, secara ilegal.

Salah seorang debt collector bahkan sampai membuat WhatsApp grup bernama 'Peduli Hutang Melati' yang berisikan wali murid dan teman-temannya. Di grup itu foto dan KTPnya disebar, disertai dengan kalimat yang mempermalukannya, bak maling dan buron.

Puncaknya, pihak sekolah tempatnya bekerja memecat dirinya per November 2020. Menurutnya, lembaganya itu malu, dan tidak mau terseret ke pusaran masalah yang tengah dihadapi Melati. Ia semakin terpuruk.

Mengalami teror dan intimidasi itu, Melati kemudian mencari bantuan hukum ke sejumlah orang. Salah satunya adalah pengacara Slamet Yuono. Mereka kemudian melaporkan perlakuan teror pinjol ini ke Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Bu Melati sudah mengirimkan surat ke Satgas, terkait teror yang dilajukan pinjol, kami mengajukan permohonan perlindungan hukum ke Satgas Waspada Investasi," kata Slamet.

Tak hanya itu, pihaknya ternyata juga menemukan ada sejumlah pinjol illegal dan hal itu juga sudah dilaporkannya ke satgas. Ia berharap pinjol ilegal dan meresahkan ini bisa segera ditutup oleh pemerintah.

"Harapan kami ada tindakan tegas dari satgas untuk menutup pinjol yang meresahkan masyarakat dan memblokir aplikasinya," tuturnya.

Cara ini ditempuhnya agar Melati mendapatkan keadilan dari serangkaian teror dan tekanan yang dialaminya. Bukan berarti, kliennya itu disebut ingin mengemplang utang. "Bukannya kami ngemplang utang, tapi cara penagihannya, buktinya ibu (Melati) sudah melunasi ke yang legal kok," pungkas dia.***