Menu

Kisah Gambut dan Sagu, Bersama RAPP Merawat sang Permata Kehidupan di Kepulauan Meranti

Devi 10 May 2025, 21:30
Kisah Gambut dan Sagu, Bersama RAPP Merawat sang Permata Kehidupan di Kepulauan Meranti
Kisah Gambut dan Sagu, Bersama RAPP Merawat sang Permata Kehidupan di Kepulauan Meranti

Meski Sungai Tohor menjadi sentra produksi sagu Kepulauan Meranti, namun sagu belum menjadi komoditi bernilai tinggi. Rata-rata masyarakat di sana menyambung hidup sejak puluhan tahun lalu dari lahan seluas 39.664 hektar. namun sagu belum mampu menjadi harapan warga Meranti untuk perekonomian yang lebih baik.  

Dikenal sebagai Negeri Sagu, Kepulauan Meranti sukses jadi penghasil sagu terbesar di Indonesia bahkan dunia. Jika ditilik dari kacamata ekonomi, identitas itu seharusnya menjadi kebanggaan bagi warga Meranti. Namun, kenyataannya justru menyimpan banyak ironi, tampilan luarnya tak seindah isi di dalamnya.

Ada luka yang sulit sembuh di balik kejayaan industri sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti, yaitu harga sagu yang dikendalikan oleh cukong di Pulau Jawa. Meskipun para petani sagu bekerja keras dari pagi hingga malam, mereka hanya mendapat upah kecil dari hasil panen sagu atau menanam sagu.

Para pengepul besar di Pulau Jawa memegang kendali penuh atas harga. Disana berlaku sistem ijon, di mana pengusaha menerima pembayaran lebih awal sebelum produksi, membuat mereka terikat kontrak dan tidak memiliki pilihan lain.

"Kami terpaksa menjual ke sana karena mereka berani membeli dalam jumlah besar. Padahal, Meranti yang punya sagu, tapi yang menentukan harga justru orang di Jawa. Kalau ada pengepul lain, kami tidak akan menjual lagi ke Cirebon," ujar Atan, salah satu pengusaha sagu di Meranti.

Untuk harga tanaman sagu di tingkat petani, katanya, perbatangnya saat ini Rp 38 ribu.

Halaman: 234Lihat Semua