Menu

Prof Henri Subiakto Akui Pernah Bela Jokowi Habis-habisan, Kini Kritis soal Ijazah dan Kekuasaan

Zuratul 10 Nov 2025, 14:18
Prof Henri Subiakto Akui Pernah Bela Jokowi Habis-habisan, Kini Kritis soal Ijazah dan Kekuasaan. (X/Foto)
Prof Henri Subiakto Akui Pernah Bela Jokowi Habis-habisan, Kini Kritis soal Ijazah dan Kekuasaan. (X/Foto)

RIAU24.COM -Guru besar Universitas Airlangga, Prof Henri Subiakto, mengaku pernah menjadi pembela paling vokal Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada masa awal kepemimpinannya.

Namun kini, sikap itu berubah. Henri mengaku mulai bersikap kritis terhadap pemerintah, terutama terkait kebijakan dan polemik ijazah Presiden Jokowi.

Pernyataan tersebut disampaikan Henri dalam program Bikin Terang yang diunggah di kanal YouTube baru-baru ini. Dalam video berdurasi sekitar 13 menit itu, ia mengungkap kisah dukungannya terhadap Jokowi sejak 2014 hingga kini mulai mempertanyakan sejumlah hal.

Awal Kekaguman

Henri menceritakan awal pertemuannya dengan Jokowi saat masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Ia menilai Jokowi kala itu sebagai sosok sederhana dan rendah hati.

“Saya kenal Pak Jokowi itu justru ketika dia belum jadi presiden, masih walikota. Waktu itu beliau ngantar saya nonton wayang sampai tengah malam. Saya lihat, walikota ini humble sekali,” kata Henri.

Menurut Henri, kesederhanaan itulah yang membuatnya kagum dan yakin Jokowi bisa membawa harapan baru bagi rakyat kecil.

“Siapa sih yang tidak kagum pada orang kecil yang bisa jadi presiden? Waktu itu semua orang melihat beliau sebagai simbol harapan,” ujarnya.

Henri bahkan mengaku pernah mengajak almarhum Kiai Hasyim Muzadi untuk mendukung Jokowi di Pilpres 2014. Saat itu, ia mengatakan, ada banyak tokoh muslim yang sempat menentang langkah tersebut.

Sempat Bela Isu Ijazah

Henri mengaku juga sempat membela Jokowi ketika isu ijazah mulai ramai dibicarakan pada 2017.

“Saya termasuk yang membela Pak Jokowi waktu isu ijazah itu muncul. Saya posting foto-foto beliau di UGM karena saya juga alumni UGM, dua tahun di bawah beliau,” ucapnya.

Namun seiring waktu, Henri mulai merasa heran karena ijazah tersebut tidak kunjung ditunjukkan ke publik.

“Kalau saya ditanya mana ijazahnya, pasti saya tunjukkan. Karena itu bukan rahasia, bukan aib. Justru kebanggaan,” tegasnya.

Menurutnya, transparansi soal ijazah seharusnya menjadi hal wajar, apalagi bagi pejabat publik sekelas presiden.

“Kalau memang tidak ada yang disembunyikan, ya ditunjukkan saja. Itu kan bagian dari keterbukaan publik,” kata Henri.

Mulai Kritis ke Pemerintah

Henri mengaku mulai bersikap kritis terhadap pemerintahan Jokowi sejak 2023. Menurutnya, banyak kebijakan pemerintah yang dinilai terlalu ambisius dan tidak fokus pada kepentingan rakyat.

“Saya dulu kagum karena beliau sederhana. Tapi lama-lama saya lihat kekuasaan itu memabukkan,” ujar Henri.

Ia menilai, beberapa proyek besar seperti pembangunan infrastruktur hingga Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara terlalu menekankan ambisi, bukan manfaat.

“Banyak kebijakan yang seolah mengejar prestise, tapi tidak berpikir matang soal fungsi dan manfaatnya,” katanya.

Henri juga menyoroti perilaku politik Jokowi yang dinilainya berubah-ubah atau “flip-flop”.

“Dulu bilang anaknya tidak tertarik politik. Tapi sekarang anak dan menantunya malah jadi kepala daerah, bahkan calon wakil presiden,” ujar dia.

Idealisme, Bukan Kepentingan

Henri menegaskan bahwa perubahan sikapnya bukan karena faktor jabatan atau uang. Ia menyebut sudah cukup mapan dan tidak bergantung pada kekuasaan.

“Saya sudah profesor hampir 10 tahun. Jabatan tertinggi dosen. Gaji saya cukup, jadi ini murni idealisme,” tegasnya.

Ia menilai, kritik adalah bagian dari tanggung jawab moral akademisi.

“Saya dulu membela karena kagum. Sekarang saya bicara karena ingin negara ini tetap jujur dan terbuka,” kata Henri.

Bukan Soal Dendam

Meski kini sering melontarkan kritik, Henri menegaskan tidak punya persoalan pribadi dengan Jokowi

Ia mengaku tetap menghormati sang presiden, tetapi ingin mengingatkan agar kekuasaan tidak membuat seseorang lupa akan nilai-nilai awalnya.

“Kekuasaan bisa membuat orang berubah. Itu yang saya lihat sekarang,” ujarnya.

Henri juga mengajak masyarakat untuk tetap kritis dan tidak takut mempertanyakan hal-hal yang menyangkut transparansi publik.

(***)