Menu

Kata Kementerian Keuangan Atas Putusan MA Soal BPJS Kesehatan

Bisma Rizal 10 Mar 2020, 10:47
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara enggan berkomentar banyak atas putusan Mahkamah Agung (foto/int)
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara enggan berkomentar banyak atas putusan Mahkamah Agung (foto/int)

RIAU24.COM - JAKARTA- Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara enggan berkomentar banyak atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menganulir kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020.

Dirinya hanya menyebutkan, akan mendalami implikasi dari putusan tersebut. "Kami pelajari dulu," katanya saat ditemui wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (9/3/2020).

zxc1

Suahasil juga menjelaskan bahwa tahun lalu, BPJS memang mengalami defisit keuangan yang cukup dalam. Itu sebabnya, kenaikan iuran dilakukan sehingga defisit bisa sedikit teratasi. Sebab, pemerintah tidak memiliki cukup dana jika terus-terusan membantu BPJS lewat anggaran negara.


Seperti diketahui, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagaimana dikabulkannya  judicial review yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

zxc2

Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Perpres Jaminan Kesehatan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pasal tersebut juga dinilai bertentangan dengan sejumlah undang-undang.

Atas putusan tersebut, iuran BPJS Kesehatan yang sudah diterapkan sejak 1 Januari 2020 melalui Perpres 75 Tahun 2019 tersebut tidak berlaku.

Iuran tersebut adalah Rp 42 ribu untuk peserta Kelas III, Rp 110 ribu untuk Kelas II, dan Rp 160 ribu untuk Kelas I.

Sehingga, iuran yang berlaku kembali merujuk pada aturan sebelumnya yaitu Perpres 82 Tahun 2018. Rincian iuran lama tersebut yaitu Rp 25.500 untuk Kelas III, Rp 51 ribu untuk Kelas II, dan Rp 80 ribu untuk Kelas I. (R24/Bisma)