Menu

Tahukah Anda, Ternyata Inilah Sejarah Stetoskop, Dibuat Agar Telinga Dokter Tak Perlu Menempel di Dada Pasien

Devi 8 Dec 2020, 08:50
Tahukah Anda, Ternyata Inilah Sejarah Stetoskop, Dibuat Agar Telinga Dokter Tak Perlu Menempel di Dada Pasien
Tahukah Anda, Ternyata Inilah Sejarah Stetoskop, Dibuat Agar Telinga Dokter Tak Perlu Menempel di Dada Pasien

RIAU24.COM -  Pernahkah Anda melihat jika saat seorang pasien menderita sakit, dokter memeriksa tubuh kita dengan stetoskop. Kelainan di tubuh memang bisa dideteksi dari beberapa jenis bunyi yang ada di dalam tubuh (istilahnya auskultasi) terutama dari bunyi jantung dan paru-paru.

Berdasar manuskrip yang tertulis di papirus, cara ini malah sudah dilakukan sejak zaman Mesir Kuno, 17 abad Sebelum Masehi.

Dulu, bapak kedokteran Hippocrates mengguncang-guncang tubuh pasiennya (succussion) dan mendengar bunyi di dada, untuk menentukan suatu kelainan.

Hingga beberapa abad kemudian, cara Hippocrates yang hidup tahun 350 SM itu, masih diikuti para dokter.

Namun di tahun 1816, seorang dokter muda Prancis bernama Rene Theophile Hyacinthe Laennec menemukan stetoskop. Saat itu ia sedang memeriksa seorang gadis kecil, teringat bahwa bunyi bisa melewati ruang pada gulungan ketas. Kemudian ia mengambil 24 lembar kertas yang digulung, lalu ujungnya ditempelkan di dada pasien. Sedangkan ujung yang lain didekatkan di lubang telinganya sendiri.

Aha! Bunyi jantung pasiennya terdengar jelas!

Awalnya Laennec menamai alat temuannya sederhana saja: silinder (le cylindre). Namun, ada koleganya yang secara kreatif menamainya stetoskop, berasal dari bahasa Yunani stetos (dada) dan skope (pemeriksaan).

Catatan medis tentang auskultasi melalui stetoskop itu sendiri baru dilakukan 8 Maret 1817, saat Laennec memeriksa Marie-Melanie Basset, pasiennya yang berusia 40 tahun.

la akhimya malah membuka toko sekaligus bengkel kerja stetoskop di rumahnya.

Stetoskop generasi awal pada abad 19 berbentuk mirip terompet, lurus, dan disebut sebagai stetoskop monaural. Tubuhnya terbuat dari kayu seperti kayu cherry, serta gading.

Panjangnya bervariasi antara 4 - 1 5 inci, dengan diameter 1,5 inci. Umumnya stetoskop terdiri atas dua bagian yang bisa dipisahkan ketika disimpan.

Sampai sekarang stetoskop model binaural masih dipakai, terutama di kawasan pedalaman dan pedesaan, seperti di Eropa, Amerika Latin, termasuk Indonesia.

Awal tahun 1850 mulai dirancang stetoskop yang bisa didengarkan oleh dua lubang telinga atau stetoskop binaural.

Idenya sendiri sudah ada tahun 1829, atau 13 tahun sejak penemuan Laennec.

Nicholas Comins, sang penemu, hanya ingin dokter tidak kerepotan saat memeriksa pasien, sehingga perlu stetoskop yang fleksibel.

Dibandingkan dengan stetoskop zaman sekarang, stetoskop binaural angkatan awal ini sebenarnya masih kaku. Bentuknya masih pipa, hanya memiliki semacam pemutar.

Stetoskop "dua telinga" terus dikembangkan selama puluhan tahun.

Mulai dari ujungnya yang masih berbentuk moncong trompet, memiliki dua ujung, sampai pemakaian membran atau seperti yang lazim dipakai sekarang.

Bahannya mulai dari yang kaku seperti kayu, sampai yang lentur semacam karet dan plastik.

Pemakaian stetoskop memang membantu dokter dan memajukan ilmu kedokteran. Tapi di sisi lain, bisa "menyusahkan" dokter juga.

Lantaran bunyi yang didengar seorang dokter bisa sangat subjektif, karena bergantung dengan indera pendengaran dan situasi di sekitar ruang pemeriksaan.

Dokter harus cermat kalau tidak ingin pasiennya menjadi gawat.

Teknologi komputer akhirnya menjawab persoalan. Dikembangkanlah stetoskop elektronik, yang mampu merekam bunyi di tubuh pasien.

Hasilnya bisa dibuat semacam pola bunyi dan kecenderungannya ke arah kelainan tertentu. Analisis juga bisa dilakukan beberapa dokter, sehingga lebih akurat.