Menu

Credit Suisse Babak Belur 20 Persen, Apakah Sudah di Ambang Kebangkrutan?

Zuratul 16 Mar 2023, 16:15
Credit Suisse Babak Belur, Apakah Sudah di Ambang Kebangkrutan? (CNNIndonesia/Foto)
Credit Suisse Babak Belur, Apakah Sudah di Ambang Kebangkrutan? (CNNIndonesia/Foto)

RIAU24.COM Saham Credit Suisse kehilangan lebih dari seperempat nilai sahamnya pada Rabu (15/3/2023). HAl tersebeut terjadi lantaran munculnya kekhawatiran investor tentang kegagalan industri perbankan pascakejatuhan tiga bank di Amerika Serikat (AS).

Sebelum nilai sahamnya ambles, pemegang saham terbesar bank itu, Saudi National Bank, mengatakan bahwa mereka tidak akan menyuntikkan lebih banyak uang ke Credit Suisse, yang dilanda masalah panjang, bahkan sebelum kejatuhan bank di AS terjadi.

Gejolak tersebut menyebabkan penangguhan otomatis dalam perdagangan saham Credit Suisse di pasar Swiss dan membuat saham di bank-bank Eropa lainnya anjlok, beberapa dengan dua digit.

Saham Credit Suisse kehilangan sekitar 30% dari nilainya, turun menjadi sekitar 1,60 franc Swiss (Rp 26 ribu), sebelum kembali ke penurunan 24% pada 1,70 franc (Rp 28 ribu) di bursa saham SIX. Pada titik terendahnya, harga turun lebih dari 85% bila dibandingkan nilai pada Februari 2021.

Bank sentral Swiss mengatakan pada Rabu malam bahwa tingkat permodalan dan likuiditas di Credit Suisse memadai tetapi menekankan siap menyediakan likuiditas bagi lembaga jika diperlukan.

"Credit Suisse memenuhi kebutuhan modal dan likuiditas untuk bank-bank penting secara sistemik. Jika diperlukan, Bank Nasional Swiss (SNB) akan menyediakan likuiditas untuk Credit Suisse," kata pernyataan SNB dan regulator keuangan Swiss Finma mengatakan dalam pernyataan bersama dikutip CNBC International dan Al Jazeera.

Sementara itu, Pimpinan Credit Suisse, Axel Lehmann, tetap membela posisi bank tersebut dengan mengatakan lembaga perbankan itu telah 'mengonsumsi obat' untuk menghindari resiko. Ia juga mengomentari kemungkinan Credit Suisse mendapatkan suntikan dana pemerintah Swiss.

"Itu bukan topik. ... Kami diatur. Kami memiliki rasio modal yang kuat, neraca yang sangat kuat. Kita semua terlibat, jadi itu bukan topik sama sekali," tegasnya.

Penurunan saham ini terjadi saat biaya asuransi obligasi terhadap default atau CDS di Credit Suisse Group naik ke rekor tertinggi pada Senin. Hal ini terjadi setelah runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) di AS yang memicu kekhawatiran tentang penularan yang lebih luas di industri perbankan.

Harga CDS Credit Suisse pada Senin melonjak sebanyak 36 basis poin menjadi 453 basis poin. Tercatat, jasa CDS bank asal Swiss itu menjadi yang paling melebar dalam indeks Bloomberg yang melacak CDS dari 125 perusahaan kelas atas Eropa.

Namun, bila ditarik sebelum kematian SVB, investor khawatir tentang kemampuan Credit Suisse untuk menempatkan rencana restrukturisasi yang akan memutarnya lebih jauh ke pinjaman swasta, memotong sebagian besar bisnis perbankan investasi, dan mengurangi biaya dengan memangkas 9.000 pekerjaan.

Awal bulan ini, Credit Suisse mengatakan pihaknya menunda publikasi laporan tahunannya menyusul permintaan menit-menit terakhir oleh regulator AS atas laporan keuangan sebelumnya.

Bank tersebut juga bergulat dengan keberangkatan lintas departemen. Setidaknya selusin bankir swasta di tingkat direktur pelaksana ke atas telah meninggalkan Singapura dan Hong Kong sejak September, atau berencana untuk pergi.

Sebelumnya, salah satu pemegang saham utama Credit Suisse, Harris Associates, telah menjual sahamnya di bank tersebut selama beberapa bulan terakhir.

Wakil ketua dan kepala investasi dari Komunitas aktivis investor yang berbasis di Chicago, David Herro, sebelumnya mengatakan Harris telah menjual saham tersebut setelah tak lagi percaya dengan strategi Credit Suisse untuk membendung kerugian yang terus-menerus karena ditinggal kliennya.

"Ada pertanyaan tentang masa depan waralaba. Ada arus keluar yang besar dari manajemen kekayaan," kata Herro dikutip The Strait Times.

(***)