Kasus Tak Biasa, Pasien Mengeluh Cegukan 5 Hari Ternyata Gejala COVID-19
Namun, ketika dokter mendengarkan paru-paru pasien, mereka mendengar "suara berderak basah yang jelas," tulis mereka dalam laporan kasus tersebut dikutip dari Live Science, Minggu (27/4/2025).
Pemindaian CT pada dada pria tersebut menunjukkan adanya nodul di kedua paru-paru yang biasanya merupakan tanda pneumonia virus. Keesokan harinya, analisis sampel usap tenggorokan menunjukkan bahwa pasien terinfeksi SARS-CoV-2, virus corona yang menyebabkan COVID-19.
Beberapa studi kasus yang diterbitkan pada awal tahun 2000-an mengaitkan cegukan terus-menerus yang berarti cegukan berlangsung selama dua hari atau lebih dengan pneumonia. Penelitian medis yang diterbitkan pada tahun 2020 dan 2021 menunjukkan bahwa COVID-19 juga dapat menyebabkan cegukan terus-menerus dan dapat membuat serangan cegukan lebih lama dan lebih parah dari biasanya, tulis dokter dalam laporan tersebut.
Dokter memberi pria itu favipiravir, obat antivirus untuk flu yang pada suatu saat diuji sebagai pengobatan COVID-19. Ia juga diberi obat untuk mengurangi peradangan dan mengobati infeksi bakteri. Ia tidak diberi antivirus apa pun yang saat ini digunakan untuk mengobati COVID-19, seperti Paxlovid.
Setelah dua hari perawatan, pasien tersebut masih cegukan. Dokter kemudian memberinya klorpromazin, obat antipsikotik yang diketahui dapat merelaksasi kejang otot yang menyebabkan cegukan. Ini adalah satu-satunya pengobatan medis untuk cegukan yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS.
Setelah 12 jam, cegukan pria itu akhirnya berhenti, dan klorpromazin diberikan selama dua hari setelah itu. Pasien dinyatakan negatif COVID-19 setelah 10 hari pengobatan, dan pada kunjungan tindak lanjut dua bulan kemudian, pria itu melaporkan bahwa cegukannya tidak kambuh lagi.