Rehabilitasi Eks Dirut ASDP: Menjaga Marwah Hukum dan Akal Sehat Negeri
RIAU24.COM - Dalam adat Melayu ada satu pesan yang diwariskan turun-temurun: “Yang benar jangan disanggah, yang salah jangan ditinggikan.” Petuah ini sering menjadi penuntun dalam menimbang perkara yang menyentuh marwah negara.
Pesan itu terasa sangat relevan ketika kita menyimak keputusan Presiden yang memberikan rehabilitasi kepada mantan pejabat PT ASDP Indonesia Ferry (ASDP), sebagaimana diberitakan media dalam beberapa hari terakhir.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945, Presiden memang memiliki hak prerogatif untuk memberikan grasi dan rehabilitasi setelah mempertimbangkan pandangan Mahkamah Agung.
Kita sebagai rakyat tentu menghormati kewenangan itu, karena adat Melayu mengajarkan hormat kepada pemimpin. Namun adat yang sama juga mengingatkan agar kita bersuara apabila suatu keputusan berpotensi merendahkan keadilan dan menodai martabat hukum.
Kasus ASDP bukanlah perkara kecil. Kerugian negara dalam proses hukum dicatat sebagai jumlah yang nyata dan tidak sedikit. KPK telah menjalankan kewajibannya, pengadilan telah menjatuhkan putusan, dan seluruh proses itu berdiri di atas dasar hukum yang jelas.
Ketika hasil kerja lembaga-lembaga tersebut diredam oleh keputusan rehabilitasi, wajar jika ada masyarakat bertanya: apakah keputusan ini benar-benar sejalan dengan rasa keadilan yang mestinya menjadi pedoman?