Menu

Menikah Dengan Mantra Hingga Lamaran di Usia 15 Tahun Begini Tradisi Pernikahan Suku Biak

Riko 27 Sep 2019, 12:58
Foto (internet)
Foto (internet)

RIAU24.COM -  Di dalam adat Suku Biak Papua, lamaran dilakukan sejak anak usia 15 tahun. Melansir laman resmi Budaya Indonesia, Suku Biak sudah mulai mencarikan calon pasangan untuk anak mereka kelak sedari kecil. Perjodohan dilakukan oleh orangtua saat anak masih kecil. Dan tradisi ini dinamakan dengan ‘sanepen’. Adapun proses pelaksanaannya dilakukan antara para orang tua dari masing-masing anak yang akan menikah nantinya. Sedangkan tradisi lain dinamakan fakfuken, yaitu pengenalan dan lamaran yang dilakukan saat kedua calon mempelai (pria dan wanita) berumur 15 tahun.

Kedua pihak akan saling membawakan kaken Saat tradisi fakfuken berlangsung, dari pihak lelaki akan membawa sebuah ‘kaken’, yaitu benda berupa kalung ataupun gelang dari manik-manik. Mengenai jumlahnya, tak ada aturan pasti berapa yang harus dibawa, tetapi biasanya pihak lelaki menyesuaikan dengan kemampuan mereka untuk membawanya. Begitu lamaran diterima oleh sang perempuan, mereka juga punya kewajiban untuk membawa kaken kepada pihak lelaki. Ya, istilahnya saling membalas dan memberi satu sama lain. 

Penentuan mas kawin dan tanggal pernikahan sama seperti pernikahan pada umumnya, mereka juga akan menentukan tanggal pernikahan dan jumlah mahar yang harus diberikan kepada perempuan. Konon, zaman dahulu, laki-laki yang datang dari keluarga mampu bisa saja membawakan mahar berupa sebuah perahu lo. Sedangkan mereka yang datang dari kalangan orang biasa hanya membawakan gelang yang dibuat dari kulit kerang, biasanya disebut dengan ‘kamfar’.

Namun, tradisi seperti ini sudah jarang. Zaman sekarang, lelaki akan datang dengan membawa mas kawin berupa perhiasan, entah itu perak ataupun emas. Adanya upacara pernikahan yang sakral Setiap pernikahan memang dilaksanakan dengan sakral. Begitu pun yang ada di Suku Biak, ada upacara adat tersendiri. Acara ini akan dimulai dengan prosesi penyerahan seperangkat pusaka dari pihak keluarga wanita kepada keluarga lelaki sebagai simbol bahwasanya orangtua si anak perempuan sudah menitipkan sepenuhnya anak mereka pada keluarga lelakinya. Pihak lelaki akan menerima, sebagai tanda bahwa mereka siap menjaga dan memperhatikan anak perempuan itu laksana anak mereka sendiri.

Pernikahan yang diiringi dengan mantra dan doa-doa dari tetua. Setelahnya, kedua pengantin akan menghisap satu batang rokok berbentuk cerutu dengan cara bergantian. Diawali oleh lelakinya yang menghisap, kemudian pindah ke pengantin perempuan. Setelahnya masing-masing akan menghisap satu cerutu lain, masing-masing dalam waktu bersamaan. Setelahnya baru mereka dibacakan mantera-matera oleh para tetua, yang fungsinya sebagai doa untuk kedua mempelai.

 

Sumber: Boombastis