Menu

Polisi Amerika Kembali Berbuat Rasis, Buka Paksa Jilbab Seorang Muslimah

Satria Utama 18 Sep 2020, 10:33
Aksi anti rasisme
Aksi anti rasisme

RIAU24.COM -  LOS ANGELES - Petugas kepolisian Amerika Serikat kembali melakukan perbuatan yang rasis. Mereka memaksa seorang muslimah bernama Nusaibah Mubarak (26 tahun), melepas jilbabnya. Tak terima dengan apa yang dialaminya, Nusaibah menggugat Departemen Kepolisian Los Angeles. 

Gugatan federal yang diajukan, di Central District of California, Kamis (17/9) menyebut Kepala Departemen Kepolisian Los Angeles Michel Moore, Detektif Polisi Corey Harmon, dan empat petugas sebagai terdakwa.

Dilansir di Religion News yang dikutip Republika Jumat (18/9), pada 17 September 2019, petugas memborgol dan menggeledah Nusaibah Mubarak dan secara paksa melepas jilbabnya pada pertemuan komisi polisi yang diadakan untuk membahas penembakan fatal oleh polisi terhadap Albert Ramon Dorsey. Tuduhan gugatan yang diajukan oleh Dewan cabang Los Angeles yang lebih besar di Los Angeles yakni tentang hubungan Amerika-Islam.

Departemen Kepolisian Los Angeles, menurut gugatan tersebut, melanggar hak Amandemen Pertama Nusaibah dengan secara paksa melepas jilbabnya tanpa seizinnya di depan umum.

Gugatan tersebut meminta perintah yang mewajibkan pemerintah kota dan Departemen Kepolisian untuk mengadopsi kebijakan yang melarang melepas penutup kepala atau penutup kepala yang dikenakan untuk praktik keagamaan oleh tahanan atau tahanan.

Petugas Perwakilan LAPD, William Cooper, mengatakan dia tidak dapat berkomentar tentang proses pengadilan. Council on American-Islamic Relations dan Nusaibah merinci insiden itu pada konferensi pers virtual yang diadakan pada live Facebook, Kamis (17/9).

Nusaibah mengatakan dia menghadiri rapat komisi polisi untuk menunjukkan dukungannya kepada keluarga Dorsey, yang pada 2018 dibunuh oleh polisi saat dia berada di ruang ganti gym 24 Jam di Hollywood. Dalam gugatan itu disebutkan, saat Nusaibah berdiri dalam antrean untuk berbicara, petugas bergerak ke arah pembicara lain untuk secara paksa mengeluarkannya dari ruangan setelah seorang komisaris menuduhnya telah melebihi waktunya.

Saat itulah Harmon berjalan menuju lorong tempat aktivis itu duduk dan memberi tahu Nusaibah bahwa dia menghalangi jalannya. Menurut gugatan tersebut, Nusaibah mulai memberi tahu Harmon bahwa dia tidak menghalangi, tetapi Harmon menangkapnya sebelum dia bisa menyelesaikannya. Dia diborgol dengan bantuan dua petugas lainnya.

"Saya dalam antrean untuk berbicara dan aktivis sudah duduk ketika polisi dengan paksa menuduh saya, memborgol saya, dan mencegah saya untuk berbicara sedikit dengan komisi dan keluarga korban," kata Nusaibah pada konferensi pers, Kamis (17/9). 

Sambil diborgol, dia dibawa ke sebuah ruangan di dekat tempat pertemuan itu diadakan. Dalam gugatan disebutkan, ia menjadi sasaran penggeledahan fisik yang mengganggu, meskipun petugas tampaknya tidak tahu apa yang mereka cari. Saat itulah seorang petugas mengambil jilbab Mubarak dan melepasnya tanpa persetujuannya.

“Seorang petugas laki-laki menyaksikan seorang petugas perempuan menggeledah saya dan menanggalkan hijab saya, tanpa meminta izin atau memberitahu saya. Saya berdiri di sana, diborgol, tangan di belakang punggung, tidak dapat memasang kembali hijab saya di kepala saya. Tak perlu dikatakan lagi, Saya sangat terkejut dan ketakutan, ”katanya. 

 

Dia mengatakan bahwa pihaknya merasa diekspos dan dipermalukan di depan umum. Satu-satunya kata yang terlintas di benak, kata Nusaibah adalah bahwa dirinya baru saja melepas jilbab dan mempertontonkan aurat. "Jilbab itu suatu yang sakral, religius," kata dia.

Direktur Litigasi CAIR National Legal Defense Fund, Lena Masri, mengatakan, ironisnya Nusaibah sendiri menjadi korban kekerasan yang berlebihan saat audiensi publik tentang pembunuhan polisi yang terbukti melanggar kebijakan LAPD.

“Salah satu prinsip paling dasar yang mendasari negara kami dan yang tertanam dalam dalam Konstitusi Amerika Serikat adalah bahwa pemerintah dilarang mengganggu kemampuan kami untuk menjalankan keyakinan kami,” kata Masri.***