Menu

Dinilai tak Mampu Bangun Garda Pendukung yang Kuat, Media Asing Sebut Jokowi Terjebak Dalam Agenda Oligarki

Siswandi 11 Nov 2020, 10:00
Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo

RIAU24.COM -  Media asing menyorot Presiden Joko Widodo, yang terkesan telah terjebak dalam agenda oligarki. Kondisi itu terjadi, karena Jokowi dinilai tidak mampu membangun garda pendukung yang kuat.

Penilaian itu ada dalam artikel di South China Morning Post terbiatan Selasa (10/11/2020). Dalam artikel yang ditulis Resty Woro Yuniar itu, disebutkan setidaknya ada 17 orang pendukung Jokowi, yang kini telah dilantik dengan berbagai macam jabatan pada sejumlah badan usaha milik pemerintah alias BUMN. Sebagian besar di antara mereka adalah tim kampanye resmi saat Pilpres 2019 lalu. 

Dalam artikel bertajuk "‘Little Suharto’? Indonesian leader Widodo’s places Twitter personalities, allies in key posts, sparking backlash" itu, juga disebutkan beberapa di antara mereka yang dilantik tersebut, memiliki pengaruh besar di media sosial.

Artikel itu juga menulis, penunjukkan mereka disebut sebagai "tagihan" dan tidak mempertimbangkan latar belakang yang relevan. 

Dilansir dari rmol, Rabu 11 November 2020, salah satu contohnya adalah penunjukkan Kristia Budhyarto sebagai komisaris independen Pelni hingga Fadjroel Rachman sebagai komisaris di Waskita Karya.

Sementara pada bulan Oktober tahun lalu, Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk tiga tokoh media sosial dan pendukung Jokowi menduduki kursi tertinggi di sejumlah BUMN.

Erick yang juga mantan manajer kampanye presiden Jokowi menunjuk mantan jurnalis yang merupakan penggemar setia Jokowi, Ulin Ni'am Yusron sebagai komisaris Perusahan Pengembangan Pariwisata Indonesia.

Begitu pula Dyah Kartika Dini yang ditunjuk sebagai komisaris Jasa Raharja. Untuk diketahui, Dyah adalah relawan Jokowi ketika mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2012 silam. 

Yang lainnya adalah Eko Sulistyo, yang membantu Jokowi ketika pertama kali beralih dari mantan pengusaha furnitur ke politik dalam pemilihan walikota 2005 di Solo. Saat ini, Eko telah diangkat menjadi komisaris di PT PLN.

Untuk diketahui, saat ini ada 142 BUMN di Indonesia. Untuk seorang komisaris di perusahaan plat merah itu, gajinya berada pada kisaran Rp80 juta hingga Rp3 miliar.

Sementara itu, anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih menyebut situasi tersebut menunjukkan "kronisme kenegarawanan" di Indonesia.

"Tidak ada oposisi di Indonesia. Presiden Jokowi kini tak berdaya karena mendapat banyak 'tagihan' dari para pendukungnya. Alhasil mereka diberi kursi di dewan komisaris perusahaan milik negara," ujar Alamsyah.

Sedangkan profesor di Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir menyebutkan, keputusan Jokowi untuk memberi 'penghargaan' kepada para pendukungnya karena ia tidak memiliki basis yang kuat.

"Jokowi tidak memiliki basis pendukung yang kuat. Dia mengandalkan tokoh masyarakat dan sukarelawan selama pemilu untuk mendapatkan dukungan, dan dia tahu bahwa dia wajib membalasnya," jelas Sulfikar.

"Jokowi kemudian terjebak dalam agenda oligarki, yang menurutnya sejalan dengan tujuannya," lanjut dia.

"Agenda ini tidak bisa dinilai kritis, dia sekarang hanya fokus pada peningkatan investasi, dan itu membawa kita kembali ke era Soeharto. Dia adalah Suharto kecil, menurut saya," pungkasnya. ***