Menu

22 Mei Bertepatan 17 Ramadhan, Sejarah Umat Islam yang Sedikit, Tapi Menang Telak Lawan Kezaliman

Riki Ariyanto 22 May 2019, 10:30
Kemenangan telak Umat Islam lawan Kafir Quraish di Perang Badar (foto/ilustrasi)
Kemenangan telak Umat Islam lawan Kafir Quraish di Perang Badar (foto/ilustrasi)

RIAU24.COM - Rabu 22 Mei 2019, Saat ini umat Islam sudah menjalan ibadah puasa 17 Ramadhan. Dan banyak yang tidak tahu, ada peristiwa besar dan sejarah penting bagi umat Islam yang terjadi pada 17 Ramadhan yang bertepatan pada hari ini (22 Mei 2019).

Seperti dilansir dari Sindonews, kisah bersejarah itu ialah Perang Badar. Perang besar pertama umat Islam yang terjadi pada tahun kedua Hijriyah. Perang besar ini dipimpin langsung Muhammad SAW.

Ustaz Miftah el-Banjary sampaikan Perang Badar merupakan perang yang sangat penting dan menentukan masa depan dakwah Rasulullah SAW. Perlu dipahami asababun nuzul turunnya ayat yang memerintahkan kaum muslimin berperang, sebab pada kondisi itu eksistensi umat Islam benar-benar terancam. 

Umat muslim mengalami penyiksaan, perlakuan tidak adil, pengusiran, embargo ekonomi, hingga kezaliman berkepanjangan. 

Semua gara-gara kaum kafir Quraisy Makkah resah dengan pesatnya kemajuan dakwah umat Islam di Madinah. Sehingga Kafir Quraisy sering melakukan gangguan di kawasan perbatasan,bahkan  penyerangan dan penganiayaan hampir-hampir tidak bisa ditolerir lagi.

Makanya satu-satunya cara mempertahankan diri adalah melalui peperangan. Hal itu pun dilakukan jika memang pada posisi diserang. “Ada tiga pelajaran penting yang bisa kita petik dari kemenangan perang Badr. Pertama, Jumlah yang sedikit bisa mengalahkan kekuatan yang besar. Jika dibandingkan dengan kekuatan musuh, jumlah kekuatan kaum muslimin tak memadai, fasilitas serta persenjataan yang terbatas. Ditambah beratnya berperang ketika berpuasa-haus dan lapar di tengah gurun yang terik, membuat perhitungan logika peperangan sangat sulit dimenangkan,” sebut Ustaz Miftah yang juga penulis Buku “Keajaiban Seribu Dinar kepada SINDOnews. 

Ustaz Miftah menceritakan, kekuatan Quraisy Makkah berjumlah 1.300 orang, meskipun pada akhirnya hanya tersisa menjadi 1.000 orang. Sedangkan ahlu-Badar hanya sekitar 313 orang. Namun, jumlah yang kecil disertai semangat perjuangan yang tinggi serta keyakinan, tawakkal dan keimanan, maka kemenangan akan dicapai. 

Kedua, terang Ustaz Miftah, kekuatan doa sangat menentukan kemenangan. Melihat kekuatan yang tak seimbang itu sempat membuat gundah hati Rasulullah, hingga beliau berdoa, Ya Allah, ini kaum Quraisy dengan segala kecongkakannya. Mereka berusaha mendustakan Rasul-Mu. Pertolongan-Mu juga yang aku harapkan. Ya Allah, jika pasukan ini sekarang binasa, tidak ada lagi yang beribadah kepada-Mu.“Kita tak dapat membayangkan sekiranya kekalahan diterima kaum muslimin saat itu, bisa dipastikan cahaya Islam akan redup. Islam hanya tinggal nama dalam catatan sejarah usang. Namun, Allah Swt meneguhkan hati kekasih-Nya,” kata Dai jebolan Mesir ini.

Disebut bahwa dalam perang ini Allah SWT menurunkan bala bantuan yang tidak terlihat oleh mata manusia dari pasukan Malaikat sejumlah 3.000. Bahkan ada lagi tambahan sebanyak 5.000 Malaikat bersayap jika mereka benar-benar sabar dan menyerahkan sepenuhnya pada pertolongan Allah.

Ketiga, berpijak pada kebenaran, kemenangan akan dicapai. Perang tanding satu persatu pun dimenangkan oleh para ksatria Badar; Hamzah berhasil menumbangkan ksatria Quraisy; Syaibah bin Rab’ah, Ali bin Abi Thalib melumpuhkan Walid bin Utbah. Dan akhirnya Utbah bin Rabi’ah pun meregang nyawa di tangan Ubaidah.

Perang terbuka dimulai. Debu-debu padang pasir menutupi pandangan. Satu persatu-persatu musuh tumbang. Sebagian berlarian kocar-kacir. Akhirnya, kemenangan diraih kaum muslimin.Kini, peperangan telah usai. Tak ada lagi peperangan fisik.

Namun, semangat juang Badar itu harus tetap ada, harus menjadikan umat Islam bangkit dari kemiskinan, ketertinggalan teknologi dan kebodohan intelektual.

Semangat Badar harus mampu menjadikan umat Islam lebih maju, menghargai kejujuran, serta menjadikan ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. (Sumber: Sindonews)