Ketika PTUN Jadi Alat Kekuasaan: Etika UI Dihancurkan Demi Bahlil?
Rocky semakin tergelitik saat dokumen-dokumen yang memuat soal pelanggaran etis tersebut harus dibawa sampai ke meja hijau. Padahal hal itu tak perlu dilakukan karena mutlak sebagai keputusan dari universiatas.
"Universitas yang mengerti apa itu pengalaman moral akademis, bukan pengadilan yang mengerti pengalaman moral akademis," pungkasnya.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi prinsip otonomi kampus yang selama ini dijunjung tinggi dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Otonomi itu tak hanya menyangkut kurikulum atau tata kelola, tetapi juga menyangkut kewenangan untuk menilai dan menegakkan standar etika akademik.
Universitas Indonesia, melalui Dewan Guru Besar dan Komite Etik, telah menyatakan bahwa disertasi Bahlil mengandung sejumlah pelanggaran etik. Dalam laporan internal yang beredar, disebutkan bahwa data disertasi diperoleh tanpa izin tertulis dari narasumber, ada ketidaktransparanan dalam metode pengumpulan data, serta ketidakwajaran dalam percepatan studi yang disebut-sebut dipengaruhi jabatan publik sang mahasiswa.
Namun kini, sanksi terhadap pembimbing yang terlibat dalam proses itu justru dibatalkan oleh lembaga hukum negara.
"Jika setiap keputusan etis kampus bisa dibatalkan PTUN, maka untuk apa komunitas ilmiah mempertahankan integritasnya?" tanya seorang dosen senior UI yang enggan disebut namanya. Ia menyebut ini sebagai "precedent berbahaya" yang bisa digunakan pihak-pihak dengan kuasa politik untuk menekan independensi kampus di masa depan.